Asas Putusan Hakim
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 178 H.I.R, Pasal
189 R.Bg. dan beberapa pasal dalam Undang – undang No. 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan kehakiman, maka wajib bagi hakim sebagai aparatur Negara yang diberi
tugas untuk itu, untuk selalu memegang teguh asas-asas yang telah digariskan
oleh undang-undang, agar keputusan yang dibuat tidak terdapat cacat hukum,
yakni :
1. Memuat
Dasar Alasan yang Jelas dan Rinci
Menurut asas ini setiap putusan yang jatuhkan oleh
hakim harus berdasarkan pertimbangan yang jelas dan cukup, memuat dasar dasar
putusan, serta menampilkan pasal pasal dalam peraturan undang – undang tertentu
yang berhubungan dengan perkara yang diputus, serta berdasarkan sumber hukum
lainnya, baik berupa yurisprudensi, hukum kebiasaan atau hukum adapt baik
tertulis maupun tidak tertulis, sebagaimana yang ditegaskan dalam Undang –
undang No. 4 tahun 2004 pasal 25 Ayat (1). Bahkan menurut pasal 178 ayat (1) hakim
wajb mencukupkan segala alasan hukm yang tidak dikemukakan para pihak yang
berperkara.
2. Wajib
Mengadili Seluruh Bagian Gugatan
Asas ini diatur dalam Pasal 178 ayat (2) H.I.R.,
Pasal 189 ayat (2) R.Bg. dan Pasal 50 Rv. Yakni, Hakim dalam setiap
keputusannya harus secara menyeluruh memeriksa dan mengadili setiap segi
tuntutan dan mengabaikan gugatan selebihnya. Hakim tidak boleh hanya memerriksa
sebagian saja dari tuntutn yang diajukan oleh penggugat.
3. Tidak
boleh Mengabulkan Melebihi Tuntutan
Menurut asas ini hakim tidak boleh memutus melebihi
gugatan yang diajukan (ultra petitum partium). Sehingga menurut asas ini hakim
yang mengabulkan melebihi posita maupun petitum gugat dianggap telah melampaui
batas kewenangan atau ultra vires harus dinyatakan cacat atau invalid, meskipun
hal itu dilakukan dengan itikad baik. Hal ini diatur dalam Asas ini diatur
dalam Pasal 178 ayat (3) H.I.R., Pasal 189 ayat (3) R.Bg. dan Pasal 50 Rv.
4. Diucapkan
di Muka Umum
Prinsip putusan diucapkan dalam sidang terbuka ini
ditegaskan dalam Undang undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman
Pasal 20. Hal ini tidak terkecuali terhadap pemeriksaan yang dilakukan dalam
sidang tertutup, khususnya dalam bidang hukum keluarga, misalnya perkara
perceraian, sebab meskipun perundangan membenarkan perkara perceraian diperiksa
dengan cara tertutup.
Namun dalam pasal 34 peraturan Pemerintah tahun 1975
menegaskan bahwa putusan gugatan perceraian harus tetap diucapkan dalam sidang
yang terbuka untuk umum. Sehingga prinsip keterbukaan ini bersifat memaksa
(imperative), tidak dapat dikesampingkan, pelnggaran terhadap prinsip ini dapat
mengakibatkan putusan menjadi cacat hukum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar