Pembuatan, Perubahan, Pencabutan Gugatan
A.Teori Pembuatan Gugatan
Ada 2 teori tentang
bagaimana menyusun sebuah surat gugatan yaitu :
- Substantierings Theorie yaitu dimana teori ini menyatakan bahwa gugatan selain harus menyebutkan peristiwa hukum yang menjadi dasar gugatan, juga harus menyebutkan kejadian-kejadian nyata yang mendahului peristiwa hukum dan menjadi sebab timbulnya peristiwa hokum tersebut. Bagi penggugat yang menuntut suatu benda miliknya misalnya dalam gugatan tidak cukup hanya menyebutkan bahwa ia adalah pemilik benda itu, tetapi juga harus menyebutkan sejarah pemilikannya, misalnya karena membeli, mewaris, hadiah dsb. Teori sudah ditinggalkan
- Individualiserings Theorie yaitu teori ini menyatakan bahwa dalam dalam gugatan cukup disebutkan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang menunjukkan adanya hubungan hhukum yang menjadi dasar gugatan, tanpa harus menyebutkan kejadian-kejadian nyata yang mendahului dan menjadi sebab timbulnya kejadian-kejadian hokum tersebut. Bagi penggugat yang menuntut suatu benda miliknya, misalnya dalam gugatan cukup disebutkan bahwa ia adalah pemilik benda itu. Dasar terjadinya atau sejarah adanya hak milik atas benda itu padanya tidak perlu dimasukan dalam gugatan karenaini dapat dikemukakan di persidangan pengadilan dengan disertai bukti-bukti. Teori ini sesuai dengan system yang dianut dalam HIR/Rbg, dimana orang boleh beracara secara lisan, tidak ada kewajiban menguasakan kepada ahli hukum dan hakim bersifat aktif.
B. Pencabutan Gugatan
Pencabutan gugatan
dapat terjadi:
- Sebelum pemeriksaan perkara oleh hakim dalam hal ini adalah tergugat belum memberikan jawaban.
- Dilakukan dalam proses pemeriksaan perkara dalam hal ini apabila tergugat sudah memberikan jawaban maka harus dengan syarat disetujui oleh pihak tergugat.
Jika gugatan dicabut
sebelum tergugat memberikan jawaban maka penggugat masih boleh mengajukan
gugatannya kembali dan jika tergugat sudah memberikan jawaban penggugat tidak
boleh lagi mengajukan gugatan karena penggugat sudah dianggap melepaskan
haknya.
C. Perubahan Gugatan
Perubahan surat gugatan
dapat dilakukan dengan syarat :
- Tidak boleh mengubah kejadian materil yang menjadi dasar gugatan (MA tanggal 6 Maret 1971 Nomor 209 K/Sip/1970.
- Bersifat mengurangi atau tidak menambah tuntutan.
Contoh ad. 1. Penggugat
semula menuntut agar tergugat membayar hutangnya berupa sejumlah uang atas
dasar “perjanjian hutang piutang”, kemudian diubah atas dasar “perjanjian
penitipan uang penggugat pada tergugat”. Perubahan seperti ini tidak
diperkenankan.
Contoh ad. 2. Dalam
gugatan semula A menutut B agar membayar hutangnya sebesar Rp. 1.000.000.
Kemudian A mengubah tuntutannya agar B membyara hutangnya sebesar
1.000.000 ditambah Bungan 10 % setiap bulan. Perubahan bentuk seperti ini tidak
dibenarkan.
Tentang perubahan atau
penambahan gugatan tidak diatur dalam HIR/Rbg namun dalam yurisprudensi MA
dijelaskan bahwa perubahan atau penambahan gugatan diperkenankan asal tidak
merubah dasar gugatan (posita) dan tidak merugikan tergugat dalam pembelaan
kepentingannya (MA tgl 11-3-1970 Nomo 454 K/Sip/1970, tanggal 3-12-1974 Nomor
1042 K/Sip/1971 dan tanggal 29-1-1976 Nomor 823 K/Sip/1973). Perubahan tidak
diperkenankan kalau pemeriksaan hamper selesai. Semua dali pihak-pihak sudah
saling mengemukakan dan pihak sudah memohon putusan kepada majelis hakim (MA
tanggal 28-10-1970 Nomo 546 K/Sip/1970).
Kesempatan atau waktu
melakukan perubahan gugatan dapat dibagi menjadi 2 tahap :
- Sebelum tergugat mengajukan jawaban dapat dilakukan tanpa perlu izin tergugat.
- Sesudah tergugat mengajukan jawaban harus dengan izin tergugat jika tidak di setujui perubahan tetap dapat dilakukan dengan ketentuan :
a) Tidak
menyebabkan kepentingan kedua belah pihak dirugikan terutama tergugat.
b) Tidak
menyimpang dari kejadian materil sebagai penyebab timbulnya perkara.
c) Tidak
boleh menimbulkan keadaan baru dalam positanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar