PETITUM ATAU TUNTUTAN
Petitum adalah tuntutan, permintaan atau
harapan para pihak (penggugat) terhadap pihak
lawannya (tergugat) yang dirumuskan secara jelas
dan tegas yang nantinya diputuskan dalam amar
putusan hakim.
Pasal 94 Rv menentukan bahwa bila pasal 8
Rv tidak diikuti, maka akibatnya gugatan batal,
bukan tidak dapat diterima. Sedangkan gugatan yang
tidak jelas atau tidak sempurna dapat
mengakibatkan gugatan tersebut tidak dapat
diterima. Gugatan yang obscuur libels adalah gugatan
yang kabur, tidak jelas karena berisi pernyataanpernyataan
yang bertentangan satu sama lain.
Gugatan seperti ini dapat berakibat tidak diterimanya
gugatan oleh hakim.
Dalam praktik petitum dapat berupa tuntutan
primer dan tuntutan tambahan (subsider) (Pasal 180
60
ayat 1 HIR, pasal 191 RBg dan pasal 53 Rv). Adapun
syarat formal surat gugatan yang dilakukan dalam
praktik peradilan sebagai berikut:
1) Tempat dan waktu surat gugatan yang dibuat
oleh penggugat atau kuasa hukumnya.
2) Harus menyebut identitas para pihak secara jelas
dan lengkap.
Hal ini merupakan syarat formil yang harus
dipenuhi dalam suatu surat gugatan. Bila syarat
ini tidak terpenuhi, pengadilan dapat
menyatakan tidak dapat diterima gugatan yang
diajukan tersebut.
3) Surat gugatan harus ditandatangani.
Sebagaimana dalam setiap akta otentik,
keabsahan suatu gugatan ditentukan oleh ada
atau tidaknya tanda tangan pihak yang
melakukan gugatan pada surat gugatan.
Pengadilan baru dapat menerima dan
mengabulkan surat gugatan bila tercantum tanda
tangan asli dan sah dari pihak penggugat.
Selain petitum pokok (primair), dalam
petitum juga dapat dicantumkan tuntutan tambahan
(petitum subsidair) biasanya berupa:
a. Tuntutan agar tergugat dihukum membayar biaya
perkara, dan biaya tersebut meliputi biaya
kepaniteraan, biaya materai, biaya saksi, saksi ahli
dan juru bahasa, biaya sumpah, biaya
pemeriksaan setempat, pemberitahuan, segala tugas jurusita lainnya yang berhubungan dengan
perkara sesuai ketentuan dalam pasal 182 HIR,
194 RBg.
Besarnya biaya perkara harus disebut secara jelas
dalam putusan hakim sesuai dengan ketentuan
pasal 183 HIR, 193 RBg.
b. Tuntutan agar putusan dinyatakan dapat
dilaksanakan lebih dahulu (uitvoorbaar bij vorrad), Meskipun putusan tersebut dilawan atau
dimintakan banding oleh pihak lawan. Bila suatu
putusan hakim diajukan perlawanan, banding
dan kasasi oleh pihak lawan, maka putusan
tersebut belum dapat dilaksanakan.
Meskipun demikian, hakim atas permintaan
penggugat, hakim dalam memutuskan dalam amar
putusannya untuk melaksanakan suatu putusan
terlebih dahulu, meskipun putusan tersebut diajukan
perlawanan, banding atau kasasi.
Sumber : Dr. Kamarusdiana, M.H Hukum Acara Perdata
Tidak ada komentar:
Posting Komentar